Singgih Januratmoko: Kasus Perceraian Jangan Langsung ke Pengadilan Agama!

Singgih Januratmoko, Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI
SIGAPNEWS.CO.ID | Angka perceraian di Jawa Tengah menurun dari 76.367 kasus pada 2023 menjadi 21.830 kasus pada 2024. Namun, Jawa Tengah masih berada pada posisi keempat secara nasional menurut data Badan Pusat Statistik.
Kasus perceraian tersebut menjadi perhatian Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Singgih Januratmoko dalam acara “Serap Aspirasi dan Temu Koordinasi Penghulu”, di Sukoharjo, Jawa Tengah pada Sabtu (6/9). Singgih menegaskan, kasus perceraian bisa ditangani bila Kantor Urusan Agama (KUA) di setiap kecamatan dapat menjadi konselor perkawinan.
“Prinsipnya jangan sampai kasus perceraian langsung ke Pengadilan Agama, karena kebanyakan berkahir dengan perceraian. Hal ini bisa dicegah, bila misalnya KUA juga tidak hanya menikahkan tapi sebagai konselor keluarga, sehingga keluarga tetap utuh dan menjadi lebih harmonis,” ujar Singgih Januratmoko yang juga politisi Partai Golkar itu.
Singgih mengatakan penghulu memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak hanya sebagai petugas pencatat pernikahan, tetapi penghulu juga adalah figur yang menjaga moralitas masyarakat melalui pembinaan keluarga.
“Inilah pentingnya petugas KUA juga menjadi konselor untuk menjaga keutuhan rumah tangga. Apalagi umumnya petugas KUA memiliki ilmu dan kepahaman agama yang mumpuni,” tutur Singgih di hadapan 150-an peserta, yang terdiri dari warga Sukoharjo dan petugas KUA.
Singgih juga menegaskan pernikahan adalah awal terbentuknya sebuah keluarga, dan keluarga adalah unit terkecil bangsa. Keluarga yang harmonis, sakinah, mawaddah, wa rahmah akan melahirkan generasi yang berakhlak mulia, cerdas, berkarakter, dan siap membangun bangsa.
“Di sinilah peran penghulu menjadi kunci untuk memastikan bahwa pernikahan berlangsung sesuai syariat, penuh keberkahan, serta diiringi nasihat yang menuntun pasangan membangun rumah tangga dengan nilai-nilai Islam,” imbuhnya.
Ia menekankan, penghulu sejatinya adalah penjaga pintu gerbang peradaban bangsa. Seorang penghulu tidak hanya mengucapkan akad nikah, “Tetapi juga menanamkan pesan-pesan agama, seperti agar suami menjadi pemimpin yang adil, agar istri menjadi pendamping yang setia, agar rumah tangga menjadi tempat tumbuhnya anak-anak saleh dan salehah,” papar Singgih.
Bagi Singgih, para penghulu memiliki kontribusi nyata dalam memajukan bangsa, yakni untuk melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kokoh dalam akidah dan akhlak, “Kami di Komisi VIII DPR RI mendukung peran para penghulu, agar mendapat fasilitas yang layak, yang memadai, agar dapat bersinergi dengan pemerintah dan masyarakat. Dengan demikian, penghulu dapat terus menjalankan tugas mulia ini secara optimal, sehingga bangsa Indonesia dapat tumbuh menjadi bangsa yang maju, sejahtera, dan berakhlak mulia,” ujarnya.
Senada dengan Singgih, Kepala Bidang Urusan Agama Islam Kakanwil Kemenag Jawa Tengah, Akhmad Farhan mengatakan, gambaran mengurus rumah tangga di Pengadilan Agama umumnya berujung pada perceraian, dan sedikit yang rujuk kembali, “Namun dengan menjadikan masjid atau KUA dengan penghulu menjadi konselor, masyarakat bisa berkonsultasi dengan nyaman dan bisa 24 jam,” papar Akhmad Farhan.
Namun ia juga mengingatkan, para penghulu harus diberi pelatihan sehingga bisa memiliki kapasitas sebagai konselor. Dengan kemampuannya itu, menurut Akhmad Farhan, dapat memberi solusi dalam masalah keluarga, sekaligus menekan angka perceraian.
Editor :JatengNews
Source : Sigapnews