Belajar Dari Air Laut, Hindarilah Hidup Serakah

Rizal Putra Milda, 31 Januari 2022

Sudah menjadi kodratnya manusia yang dilahirkan dengan diberi akal pikiran serta hawa nafsu, tidak jarang kelebihan yang diberikan Alloh kepada kita umat manusia justru membuat kita salah dalam melangkah, sehingga menjadi orang yang sombong, tamak, rakus dan lain-lain.

Bahkan saking jeleknya sifat tersebut, dikenallah sebuah istilah "senang melihat orang susah, susah melihat orang senang," ya itulah diantara sifat jelek manusia yang mau tidak mau terkadang masih sulit untuk kita kendalikan.

Oleh karena itu mari sejenak kita belajar pada air laut, meskipun air laut begitu banyaknya menghampar di sepanjang Samudra menyambangi setiap bibir-bibir pantai kepulauan dan entah berapa ratus bahkan beribu-ribu meter kedalamannya, tapi ketika air laut dengan kekhasan ombaknya menjilat buliran pasir dipinggir pantai dia tidak semerta-merta membawa buliran pasir itu ketengah samudra.

Bahkan "saking bijaknya si air laut", walaupun sebenarnya dia bisa dan punya kekuatan besar untuk menarik seluruh pasir di pinggir pantai untuk dibawanya ke tengah laut, tapi dia tidak melakukannya, air laut memilih bermain cantik seakan-akan saling berpegangan, mendekat kemudian menjauh, dan kemudian mendekat kembali dengan si pasir dan kemudian menjauh lagi.

Andai saja si air laut mempunyai sifat yang serakah sudah pasti dia akan menyeret seluruh pasir di bibir pantai untuk dibawanya kedasar samudra, tapi tidak... itu bukanlah sifat air laut, karena air laut sadar kalau sampai dia menarik seluruh pasir di bibir pantai untuk dibawa ke tengah laut, maka suatu saat dia tidak punya tempat lagi untuk berlabuh, beristirhat dan menjernihkan dirinya dari segala kotoran yang ada padanya.

Air laut sadar betul bahwa dia dan pasir adalah dua jenis ciptaan tuhan yang harusnya saling bahu membahu, saling membutuhkan satu sama lainnya, dan bukan harus menggerusnya sepanjang masa.

Begitu juga seharusnya kita sebagai manusia yang juga adalah ciptaan terbaik Alloh Swt, harusnya kita bisa mengendalikan diri dan hawa nafsu kita, agar tidak menjadi manusia yang serakah, baik di dalam urusan harta, tahta maupun wanita.

Kita hidup memang butuh semua itu, tapi kita juga harus bisa mengontrol hawa nafsu kita sejauh mana batas-batas kewajarannya, apa yang harus kita lakukan dan apa yang tidak boleh kita lakukan?  seberapa jatah kita dan yang mana yang memang bukan menjadi hak milik kita?

"Tidak semua uang harus masuk ke kantong kita, tidak semua Tahta harus kita duduki, dan tidak seluruh Wanita harus kita miliki"

Andaipun harta, tahta dan wanita sudah kita dapatkan, sudah barang tentu kita akan mencarinya lagi, lagi dan lagi, ya itulah manusia yang diberi hawa nafsu kalau tidak bisa mengendalikannya, sesuai dengan Sabda Nabi Muhammad SAW dibawah ini:
Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Seandainya seorang anak Adam memiliki satu lembah emas, tentu ia menginginkan dua lembah lainnya, dan sama sekai tidak akan memenuhi mulutnya (merasa puas) selain tanah (yaitu setelah mati) dan Allah menerima taubat orang-orang yang bertaubat.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 6439 dan Muslim no. 1048)

Dalam lafazh lain disebutkan,

Dari Ibnu ‘Abbas bin Sahl bin Sa’ad, ia berkata bahwa ia pernah mendengar Ibnu Az Zubair berkata di Makkah di atas mimbar saat khutbah, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Seandainya manusia diberi satu lembah penuh dengan emas, ia tentu ingin lagi yang kedua. Jika ia diberi yang kedua, ia ingin lagi yang ketiga. Tidak ada yang bisa menghalangi isi perutnya selain tanah. Dan Allah Maha Menerima taubat siapa saja yang mau bertaubat.” (HR. Bukhari no. 6438).

Inti dari dua hadis diatas adalah, manusia itu memang tidak pernah puas, selalu merasa haus dan kurang, sehingga manusia akan berhenti ketika mulutnya sudah tersumpal tanah didalam kuburan.

Dengan adanya artikel ini semoga kita sebagai umat manusia dan umat Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam hendaknya bisa mengatur dan menahan hawa nafsu kita kepada hal-hal yang yang positif dan berpahala.