Pahlawan Lokal di Balik Toga: Ramdani, Anak Muda Ngringo yang Membongkar Rahasia Pajak UMKM Karangan
Ramdani Syaif Fathulloh: Pemuda Ngringo yang Lulus dari “Universitas Kehidupan” Sebelum Memakai Toga
Ramdani Syaif Fathulloh, pemuda 25 tahun asal Ngringo, Jaten, Karanganyar. Ia bukan sekadar sarjana Akuntansi, melainkan simbol keteguhan dan perjuangan panjang
JATENGNEWS | KARANGANYAR – Di antara lautan toga hitam dan wajah bahagia para wisudawan Universitas Surakarta (UNSA) di De Tjolomadoe, Sabtu (25/10/2025), ada satu sosok yang kisahnya tak biasa.
Namanya Ramdani Syaif Fathulloh, pemuda 25 tahun asal Ngringo, Jaten, Karanganyar. Ia bukan sekadar sarjana Akuntansi, melainkan simbol keteguhan dan perjuangan panjang dari anak muda yang menolak menyerah pada nasib.
Dari Cita-Cita ke Jepang hingga Menemukan Takdir Baru
Lahir sebagai sulung dari lima bersaudara dalam keluarga sederhana, Ramdani sempat menaruh asa besar untuk bekerja di Jepang lewat program pelatihan kerja luar negeri (PLK). Namun, kenyataan berkata lain — kesempatan itu gagal diwujudkan.
Alih-alih terpuruk, Ramdani memilih menempuh jalan baru. Ia mencoba berbagai pekerjaan: membantu di studio foto, menjadi kru wedding organizer, hingga ikut jasa tour and travel.
“Setiap pengalaman memberi pelajaran. Saat satu jalan tertutup, saya yakin Tuhan sedang menyiapkan jalan lain,” tuturnya dengan senyum tenang.
Titik balik hidupnya datang pada 2017. Ia diterima bekerja di BMT KSPPS Al-Fath Winong Barokah. Dunia keuangan syariah itulah yang mengasah disiplin, tanggung jawab, dan nilai pengabdian yang kemudian menjadi bekal untuk melanjutkan studi ke jenjang sarjana.
Kuliah Sambil Memimpin dan Mengasuh
Tahun 2021, di tengah rutinitas kerja dan kegiatan sosial, Ramdani memantapkan langkah untuk kuliah Akuntansi di UNSA.
“Belajar itu bukan tentang punya waktu, tapi menciptakan waktu. Saya tidak ingin berhenti hanya karena sibuk,” ujarnya tegas.
Beban tanggung jawabnya tak kecil. Selain sebagai mahasiswa, ia dipercaya memimpin Pemuda PAC LDII Ngringo, menjadi Sekretaris Senkom Mitra Polri Kota Surakarta, serta aktif di KNPI dan lembaga sosial lain.
Di tengah kesibukan itu, Ramdani juga menjalankan peran sebagai suami dan ayah muda. Ia menikah dengan Ida Elisa Hidayati di usia 23 tahun dan dikaruniai seorang putri dua tahun kemudian.
“Kadang saya belajar malam sambil menimang anak. Tapi justru di situ saya merasa hidup saya berarti,” kisahnya lirih.
Wisuda: Bukan Akhir, Tapi Titik Awal Pengabdian
Bagi Ramdani, momen wisuda di De Tjolomadoe bukan sekadar upacara formal, tapi selebrasi atas keteguhan diri.
Toga yang disematkan di pundaknya adalah simbol kemenangan setelah bertahun-tahun menyeimbangkan peran antara pendidikan, keluarga, dan organisasi.
Ketua Senkom Mitra Polri Kabupaten Karanganyar, H. Joko Sutrisno, S.H., M.M., menyebut Ramdani sebagai teladan pemuda yang membuktikan ilmu bisa tumbuh tanpa meninggalkan nilai pengabdian.
Sementara Ketua Senkom Surakarta, H. Yusuf Erwansyah, A.Md, menilai Ramdani sebagai bukti nyata kader muda LDII yang tak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga berkarakter dan berintegritas.
“Anak muda seperti Ramdani ini perlu banyak diangkat ke permukaan. Mereka adalah wajah baru generasi yang siap melayani, bukan sekadar mencari pengakuan,” ujarnya.
Tekad dan Doa Sebagai Modal Utama
Ramdani merangkum perjalanannya dengan kalimat yang sederhana namun sarat makna:
“Kesuksesan itu bukan soal seberapa besar modal, tapi seberapa kuat tekad dan doa. Saya berdiri di sini karena dukungan keluarga dan lingkungan LDII yang selalu menuntun ke arah kebaikan.”
Kisah Ramdani menjadi pengingat tajam bagi generasi muda bahwa kegagalan bukan akhir dari segalanya.
Sebelum lulus dari kampus, ia sudah lebih dulu lulus dari ujian kehidupan — belajar tentang arti perjuangan, makna kesetiaan, dan pentingnya berdiri tegak di tengah badai. (Ghoni)
Editor :JatengNews
Source : Istimewa